24 Tahun Usia Kemiskinan Provinsi Banten: Meninjau Indeks Pembangunan Manusia Dalam Implementasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Di Provinsi Banten

Pendahuluan

Pembangunan adalah proses perbaikan terus menerus yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang berkeadilan, berdaya saing, maju, dan sejahtera. Permasalahan besar yang dihadapi banyak negara berkembang termasuk Indonesia dalam hal pembangunan adalah kemiskinan atau jumlah orang yang berada dibawah garis kemiskinan (poverty line). Berdasarkan dokumen strategi nasional penanggulangan kemiskinan (SNPK), pemerintah Indonesia menetapkan penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas utama dalam sembilan sektor kebijkan pembangunan. Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat terutama kesehatan, pendidikan, pangan dan gizi, adalah target penanggulangan kemiskinan. Hal ini sangat penting untuk pengembangan kesejahteraan masyarakat (welfare), pembangunan manusia (human development), dan pengurangan kemiskinan (poverty reduction) (Alhudhori, 2017).

Provinsi Banten merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan potensi ekonomi yang besar. Namun, meskipun mengalami pertumbuhan ekonomi yang signifikan, provinsi ini masih menghadapi tantangan dalam pengentasan kemiskinan. Sejak terbentuk pada tahun 2000 sebagai hasil pemekaran dari wilayah Provinsi Jawa Barat, provinsi ini telah berusaha untuk mengatasi berbagai masalah sosial-ekonomi, termasuk kemiskinan, yang terus menjadi isu sentral dalam pembangunan daerah. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa kemiskinan di Banten tetap menjadi isu yang mendesak, pada tahun 2023 Provinsi Banten berada pada urutan keempat Provinsi yang memiliki penduduk miskin terbanyak di Pulau Jawa dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 826,13 ribu jiwa. Adapun pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten sebesar 4,81%. Hal ini menunjukkan lebih lambat dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 5,03%. Jika dilihat perbandingan pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa, Provinsi Banten merupakan provinsi yang memiiliki pertumbuhan ekonomi terlambat (Badan Pusat Statistik, 2023). Dengan demikian, menginjak usia 24 tahun, upaya untuk mengurangi kemiskinan di Banten menjadi semakin mendesak, terutama dalam konteks pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) yang ditetapkan oleh PBB.

Kemiskinan di Provinsi Banten tidak hanya diukur dari aspek pendapatan, tetapi juga harus dilihat dari perspektif Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang mencakup tiga dimensi utama: kesehatan (a long and healty life), pendidikan (knowledge), dan standar hidup (decent standart of living) yang berhubungan erat dengan tujuan prioritas pembangunan dan upaya untuk mengentaskan kemiskinan.. Tingkat kemiskinan yang tinggi berhubungan langsung dengan rendahnya kualitas pendidikan dan akses terhadap layanan kesehatan yang memadai. Dalam hal ini, IPM menjadi indikator penting untuk mengevaluasi dampak dari berbagai program dan kebijakan yang diterapkan dalam upaya mengentaskan kemiskinan. Rendahnya IPM menunjukkan bahwa meskipun ada pertumbuhan ekonomi, banyak masyarakat yang belum merasakan manfaatnya secara merata.

Peningkatan IPM akan berperan krusial dalam mendorong SDGs karena provinsi ini menghadapi berbagai tantangan dalam hal pendidikan, kesehatan, dan ketimpangan ekonomi. Meningkatnya IPM mencerminkan perbaikan pada aspek-aspek dasar kehidupan yang menunjang SDGs secara langsung, memperlihatkan bahwa implementasi SDGs semakin berdampak dalam mengubah kehidupan masyarakat Banten. Sebagaimana yang telah diungkapkan dari penelitian sebelumnya bahwa “IPM   dapat   meningkatkan   produktivitas  kerja manusia, yang akan meningkatkan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup layak, sehingga menurunkan angka kemiskinan” (Octa Alvia et al., 2024).

Dengan berfokus pada SDGs, khususnya tujuan yang berkaitan dengan pengentasan kemiskinan (SDGs 1), peningkatan kualitas pendidikan (SDGs 4), dan kesehatan yang baik (SDGs 3), Banten memiliki kesempatan untuk membangun strategi yang lebih efektif dalam penanggulangan kemiskinan. SDGs memberikan kerangka kerja yang komprehensif untuk menilai keberhasilan program pembangunan yang tidak hanya fokus pada pertumbuhan ekonomi tetapi juga pada kesejahteraan masyarakat. Implementasi SDGs diharapkan dapat memfasilitasi pengembangan kebijakan yang inklusif dan berkelanjutan, mengingat keragaman kondisi sosial-ekonomi yang ada di Provinsi Banten.

Meskipun terdapat tantangan dalam mengurangi kemiskinan, terdapat pula peluang yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah provinsi dan pemangku kepentingan lainnya. Peningkatan kualitas pendidikan dan layanan kesehatan, pengembangan infrastruktur, serta penyediaan lapangan kerja yang layak menjadi langkah-langkah penting yang harus diambil. Dengan memanfaatkan data dan analisis dari IPM, provinsi Banten dapat merumuskan kebijakan yang lebih tepat sasaran dalam upaya mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis akan membahas mengenai 24 tahun kemiskinan Provinsi Banten melalui peninjauan Indeks Pembangunan Manusia sebagai implementasi tujuan pembangunan berkelanjutan di Provinsi Banten. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menganalisis dan mengidentifikasi Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Banten yang berhubungan erat dengan tujuan prioritas pembangunan dalam upaya untuk mengentaskan 24 Tahun kemiskinan di Provinsi Banten. Hasil kajian dalam tulisan ini diharapkan menjadi salah satu rekomendasi bagi pemerintah daerah Provinsi Banten dalam menyusun kebijakan yang berkaitan dengan pembangunan manusia dalam mendukung program pembangunan berkelanjutan di Provinsi Banten.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian studi pustaka atau library research. Metode dalam penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan teori yang ada dengan teori sebelumnya dalam literatur penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari publikasi yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Banten dan publikasi lain terkait tujuan pembangunan berkelanjutan. Kriteria perhitungan IPM berdasarkan tiga aspek penyusunan, menurut BPS (2023) dapat dikelompokkan menjadi empat kategori. Empat kategori pengelompokkan IPM dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Kriteria Pengelompokan IPM

Kriteria IPMNilai
Sangat tinggiIPM≥80
Tinggi70≤IPM< 80
Sedang60 ≤IPM<70
RendahIPM < 60

Sumber: BPS Provinsi Banten (2023)

Hasil dan Pembahasan

Kondisi kemiskinan di Provinsi Banten dalam kurun waktu 24 tahun terakhir

Kemiskinan  merupakan  masalah  yang  kompleks  dan  multidimensi  yang  telah  lama  menjadi tantangan  bagi  Indonesia.  Kemiskinan merupakan masalah yang kompleks dan multidimensi yang telah lama menjadi  tantangan  bagi  Indonesia. Ada  banyak  faktor  yang  dapat  menyebabkan  kemiskinan,  salah  satunya  adalah jumlah penduduk yang tinggi. Jumlah penduduk yang tinggi dapat meningkatkan tekanan terhadap  sumber  daya  alam  dan  lapangan  kerja,  yang  pada  akhirnya  dapat  menyebabkan pengangguran.  Pengangguran  merupakan  salah  satu  faktor  yang  paling  signifikan  dalam mempengaruhi  kemiskinan. Selain  jumlah  penduduk  dan  pengangguran,  ada  juga  faktor  lain  yang  dapat mempengaruhi  kemiskinan,  seperti  pendidikan,  kesehatan,  dan  infrastruktur. (Putrizain et al., 2022)

Kemiskinan tetap menjadi tantangan besar di Indonesia. Berdasarkan data BPS (2023), tingkat kemiskinan nasional berada di kisaran 9,57%, meskipun telah menurun dalam beberapa dekade terakhir. SDG’s No Poverty bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan dalam segala bentuknya. Literasi tentang kemiskinan tidak hanya berbicara tentang rendahnya pendapatan, tetapi juga keterbatasan akses pada layanan dasar seperti kesehatan, pendidikan, dan perlindungan sosial. Di Indonesia terutama di Provinsi Banten, kemiskinan seringkali terkait dengan tingginya pengangguran dan rendahnya produktivitas di kalangan usia produktif.

Provinsi  Banten  merupakan  salah  satu  provinsi  yang  memiliki  angka kemiskinan  yang  tinggi dibandingkan provinsi lain di Pulau Jawa. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluarankebutuhan minimum makanan yangdisetarakan dengan 2.100 kkalori per kapita per hari. Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan dasar lainnya (K. P. Banten, 2024).

Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan (B. P. S. P. Banten, 2024).

Sejak tahun 2003, BPS secara rutin mengeluarkan data jumlah dan persentase penduduk miskin setiap tahun. Sejak tahun 2015, Susenas dilaksanakan dalam dua periode, yaitu Maret da September. Pada tahun 2023, angka kemiskinan di Provinsi Banten mencapai 6,17 persen. Angka ini relatif sama dengan tahun sebelumnya sebesar 6,16 persen. Wilayah Provinsi Banten yang memiliki angka kemiskinan tertinggi adalah Kabupaten Pandeglang yaitu sebesar 9,27 persen dan wilayah yang memiliki angka kemiskinan terendah adalah Kota Tangerang Selatan dengan angka kemiskinan sebesar 2,57 persen (BPS-Statistics of Banten, 2024). Berikut adalah data angka kemiskinan Provinsi Banten pada tahun 2023:

Gambar 1. Angka Kemiskinan di Provinsi Banten Tahun 2023

Sumber: Badan Pusat Statistik, Survei Sosial Ekonomi Nasional Maret 2023

Adapun garis kemiskinan, jumlah, dan persentase penduduk miskin di Provinsi Banten, 2014-2023 dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Banten (ribu orang), Maret 2014 – Maret 2024

Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2014 – Maret 2024

Jumlah penduduk miskin di Banten pada Maret 2024 mencapai 792,61 ribu orang. Dibandingkan Maret 2023, jumlah penduduk miskin menurun sebanyak 34,5 ribu orang atau turun sebesar 0,33 persen poin. Berdasarkan data perkembangan jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten terlihat cukup fluktuatif. Pada tahun 2014 hingga 2021, perkembangan jumlah penduduk miskin terlihat fluktuatif hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk ekonomi nasional dan dampak pandemi. Dan setelah tahun 2022, terdapat penurunan jumlah penduduk miskin. Kebijakan pemerintah daerah yang berfokus pada pengembangan infrastruktur, program kesejahteraan sosial dan pengurangan pengangguran berkontribusi pada penurunan angka kemiskinan.

Gambar 3. Komposisi Garis Kemiskinan (GK), Maret 2023 – Maret 2024

Sumber: Diolah dari data survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2023 – Maret 2024

Selama Maret 2023 – Maret 2024, garis kemiskinan naik sebesar 5,74 persen, yaitu dari 619 ribu rupiah per kapita per bulan pada Maret 2023 menjadi 654 ribu rupiah per kapita per bulan pada Maret 2024. Peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peran komoditi bukan makanan. Pada Maret 2024, komoditi makanan menyumbang 72,46 persen pada garis kemiskinan.

Relevansi analisis Indeks Pembangunan Manusia terhadap Implementasi Sustainable Development Goals (SDGs)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan alat ukur yang menggabungkan dimensi kesehatan (umur harapan hidup), pendidikan (angka melek huruf dan rata-rata tahun sekolah), serta standar hidup (pendapatan per kapita) untuk menilai perkembangan manusia. IPM memainkan peran penting dalam mengukur dan menganalisis kemiskinan serta mengarahkan kebijakan menuju pencapaian tujuan SDG, khususnya tujuan pertama, yaitu mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk di seluruh dunia. Sustainable Development Goals (SDGs) yang dirancang oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa menjadi kerangka global untuk mengatasi tantangan pembangunan hingga tahun 2030.  

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat relevansi yang kuat antara nilai IPM dengan tingkat kemiskinan di berbagai negara. Negara yang memiliki IPM lebih tinggi cenderung memiliki tingkat kemiskinan yang lebih rendah. Berdasarkan Laporan Pembangunan Manusia UNDP (2020), negara-negara dengan IPM tinggi seperti Norwegia dan Irlandia memiliki kurang dari 2% penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan ekstrem, sementara negara-negara dengan IPM rendah seperti Niger memiliki lebih dari 40% penduduk di bawah garis kemiskinan (UNDP, 2020).

Beberapa studi menunjukkan bahwa program yang bertujuan untuk meningkatkan IPM secara langsung berkontribusi pada pengurangan kemiskinan. Sebuah penelitian oleh Narayan et al. (2018) di Indonesia menunjukkan bahwa investasi dalam pendidikan dan kesehatan, yang merupakan komponen utama IPM, secara signifikan mengurangi tingkat kemiskinan. Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) BPS menunjukkan bahwa dalam periode 2010-2020, peningkatan IPM di Indonesia diiringi oleh penurunan angka kemiskinan dari 13,33% pada 2011 menjadi 9,78% pada 2020.

Menurut laporan UNDP (2020), Indonesia berada di peringkat 107 dari 189 negara dalam Indeks Pembangunan Manusia. Meskipun terdapat peningkatan dari 0,593 pada 2010 menjadi 0,718 pada 2020, tantangan tetap ada, terutama di daerah terpencil. Data menunjukkan bahwa provinsi dengan IPM rendah seperti Papua memiliki tingkat kemiskinan yang lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi lainnya.

Kebijakan pemerintah Indonesia dalam meningkatkan IPM melalui program pendidikan, kesehatan, dan peningkatan ekonomi memegang peranan penting dalam mengurangi kemiskinan. Beberapa kebijakan dan program pemerintah seperti Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Program Keluarga Harapan (PKH), Program UMKM, dukungan untuk kelompok rentan dan lain sebagainya memiliki potensi besar untuk meningkatkan IPM dan mengurangi kemiskinan.  Sinergi antara berbagai program ini akan menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi masyarakat untuk berkembang, dengan harapan mencapai tujuan pembangunan yang lebih tinggi dan berkelanjutan. Namun yang menjadi tantangan adalah ketidakmerataan antara daerah perkotaan dan pendesaan yang masih signifikan sehingga berdampak pada upaya pengentasan kemiskinan.

Sebagai alat ukur, IPM dinilai sudah cukup memadai dalam hal menggambarkan capaian pembangunan manusia. Di Provinsi Banten, IPM telah menjadi tolak ukur utama untuk melihat peningkatan taraf hidup masyarakat dari tahun ke tahun. Adapun IPM Provinsi Banten pada periode tahun 2002-2024 dapat dilihat pada gambar grafik dibawah ini:

Gambar 4. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Banten 2002-2024

Sumber: Data diolah oleh Peneliti berdasarkan data survei BPS

Hasil perhitungan Indeks Pembangunan Manusia menunjukan status pembangunan manusia Provinsi Banten dari tahun 2002-2024 berada dalam kategori menengah dan kategori tinggi. Capaian IPM di provinsi Banten terus meningkat namun kecepatan pembangunan manusia ini termasuk dalam kategori lambat. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata pertumbuhan IPM Banten per tahun.

Pada tahun 2005, angka IPM Provinsi Banten sebesar 68,8 dan berada pada peringkat ke 20 dari 34 Provinsi. Membandingkat IPM antar provinsi periode 2002-2004 memperlihatkan bahwa Banten mengalami ketertinggalan dalam pembangunan SDM-nya. Kondisi ini nampak jelas bahwa pada tahun 2002 posisi Banten ada pada peringkat ke-11 namun tiga tahun kemudian yaitu tahun 2005 merosot pada peringkat ke-20. Ini artinya bahwa provinsi lain yang sebelumnya pada posisi bawah telah menunjukkan keseriusan dalam membangun SDM-nya (Badan Pusat Statistik Provinsi Banten, 2006).

Status pembangunan manusia tahun 2008 untuk level kabupaten/kota di Provinsi Banten semuanya masuk kategori menengah. Dilihat dari masing-masing komponennya, masih ada kesenjangan antara kabupaten dan kota. Kesenjangan ini dikarenakan adanya kesenjangan komponen pendidikan dan kesenjangan dalam standar kehidupan masyarakat. Kesenjangan antar daerah yang ada selain disebabkan oleh kondisi alam juga disebabkan dampak industrialisasi yang  meningkatkan kesenjangan antara daerah industri yang terletak di Banten Utara dengan daerah lain yang terletak di Banten Selatan (Banten, 2009).

Angka pertumbuhan IPM Banten selama periode 2010-2015 terus mengalami penurunan. Dengan demikian, meskipun kualitas pembangunan manusianya terus menerus meningkat, namun kecepatan peningkatannya justru semakin melambat. Perlambatan ini jelas akan membawa implikasi kepada semakin lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mencapai IPM yang ideal.

Gambar 5. Nilai dan Pertumbuhan IPM Kabupaten/Kota 2010-2015

Sumber: BPS Indeks Pembangunan Manusia 2015

Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa semua wilayah kabupaten memiliki pertumbuhan IPM yang lebih tinggi dibandingkan wilayah kota. Kondisi ini sangat menguntungkan, karena ketimpangan IPM di Banten pada tahun 2015 menjadi berkurang.

Seiringin dengan naiknya berbagai indikator dalam dimensi pembangunan manusia pada tahun 2020, capaian pembangunan manusia provinsi Banten terus mengalami peningkatan. Kondisi demikian dapat diketahui dari naiknya angka IPM selama periode 2010-2020 dengan besaran mencapai 4,91 poin atau rata-rata naik 0,49 poin pertahun.  Sayangnya, pertumbuhan IPM Banten pada tahun 2020 kembali mengalami penurunan karena terdampak Covid-19.

Pada periode tahun 2023 angka IPM Banten mencapai 75,77. Pertumbuhan angka IPM Banten pada tahun 2023 mengalami peningkatan. Selain kualitas pembangunan manusia meningkat, pertumbuhannya pun mengalami percepatan. Peningkatan ini didorong oleh kenaikan percepatan pada sebagian besar kabupaten/kota.

Berdasarkan hasil analisis pada nilai IPM Provinsi Banten dari tahun ke tahun, IPM Provinsi Banten selama beberapa tahun terakhir mengalami tren yang cenderung meningkat. Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Banten mencerminkan komitmen pemerintah daerah dalam mencapai tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals atau SDGs), terutama terkait pengentasan kemiskinan dan peningkatan kualitas hidup. Kebijakan di bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi yang terfokus pada pemerataan akses serta peningkatan standar hidup menjadi pendorong utama dalam peningkatan IPM ini.

Langkah-langkah tersebut secara tidak langsung mendukung SDG’s 1, yaitu penghapusan kemiskinan, dengan memastikan bahwa masyarakat Banten memiliki akses yang layak terhadap layanan kesehatan, pendidikan berkualitas, dan peluang ekonomi. Melalui program-program seperti peningkatan akses kesehatan dasar di daerah terpencil, pemberian beasiswa, serta pelatihan keterampilan bagi tenaga kerja lokal, pemerintah Banten berupaya memberdayakan masyarakat agar memiliki kesempatan yang lebih baik untuk meningkatkan taraf hidupnya.

Kesimpulan

Menginjak Usia 24 Tahum, pembangunan di Provinsi Banten dalam upaya mengentaskan kemiskinan menjadi semakin mendesak. Dengan fokus pada pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), tujuan pembangunan berkelanjutan seperti mengurangi kemiskinan, dan peningkatkan kualitas pendidikan serta kesehatan menjadi target yang harus dicapai. Berdasarkan data Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Provinsi Banten menunjukkan adanya peningkatan pada kualitas manusianya dari tahun ke tahun. Namun, pertumbuhannya masih dianggap lambat, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mencapai IPM yang ideal akan semakin lama. Meskipun begitu, peningkatan IPM tersebut merupakan refleksi dari komitmen pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, terutama terkait pengentasan kemiskinan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat. Langkah-langkah kebijakan, seperti fokus pada bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi yang terfokus pada pemerataan akses serta peningkatan standar hidup menjadi pendorong utama dalam peningkatan IPM di Provinsi Banten. Diperlukan sinergi dan upaya yang lebih besar dari pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk menjadikan Provinsi Banten sebagai contoh pembangunan manusia yang sukses.

DAFTAR PUSTAKA

Alhudhori, M. (2017) ‘Pengaruh Ipm, PDRB dan Jumlah Pengangguran terhadap Penduduk Miskin di Provinsi Jambi’. Available at: https://doi.org/10.33087/EKONOMIS.V1I1.12.

Badan Pusat Statistik (2023) ‘Statistik Pendidikan 2023’, Badan Pusat Statistik, 12, pp. i–242. Available at: https://www.bps.go.id/id/publication/2022/11/25/a80bdf8c85bc28a4e6566661/statistik-pendidikan-2022.html.

Badan Pusat Statistik Provinsi Banten (2006) ‘Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Banten 2005’, Sustainability (Switzerland), (1), pp. 1–80. Available at: http://scioteca.caf.com/bitstream/handle/123456789/1091/RED2017-Eng-8ene.pdf?sequence=12&isAllowed=y%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.regsciurbeco.2008.06.005%0Ahttps://www.researchgate.net/publication/305320484_SISTEM_PEMBETUNGAN_TERPUSAT_STRATEGI_MELESTARI.

Banten, B.P. (2009) Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Banten 2008, Sustainability (Switzerland). Available at: http://scioteca.caf.com/bitstream/handle/123456789/1091/RED2017-Eng-8ene.pdf?sequence=12&isAllowed=y%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.regsciurbeco.2008.06.005%0Ahttps://www.researchgate.net/publication/305320484_SISTEM_PEMBETUNGAN_TERPUSAT_STRATEGI_MELESTARI.

Banten, B.P.S.P. (2024) ‘Laporan Eksekutif: Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten Maret 2024’, p. 669.

Banten, K.P. (2024) ‘PENGKARYAAN BOTOL PLASTIK SEBAGAI MEDIA TANAM SELITAR DESA SINDANGLAUT KECAMATAN CARITA.’, Praxis : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(1), pp. 23–25.

BPS-Statistics of Banten (2024) ‘Banten Province in Figures 2023’, Https://Banten.Bps.Go.Id, 24, p. 786. Available at: https://banten.bps.go.id/publication/2023/02/28/482ee839483674f34dd96faf/provinsi-banten-dalam-angka-2023.html.

Octa Alvia, D. et al. (2024) ‘Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia Dan Pengangguran Terhadap Tingkat Kemiskinan Indonesia Tahun 2014-2023’, Jurnal Media Akademik (JMA), 2(6), pp. 3031–5220.

Putrizain, S.S. et al. (2022) ‘Terhadap Kemiskinan Di Provinsi Banten’, 05(01), pp. 70–83.

Sa’diah; Dinda Larasati (2024) ‘Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Banten’, 19, p. 6.

UNDP. (2020). Human Development Report 2020: The Next Frontier: Human Development and the Anthropocene.

Narayan, D., et al. (2018). Shared Prosperity and Poverty Eradication in Indonesia: The Role of Education and Health Investments.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *